31.1.18

Untuk Adik Perempuanku




Hai.. Apa kabarmu? 19 tahun, ya? Dulu, duluuu sekali saat aku seusiamu, aku adalah seorang laki-laki, sekarang juga masih, dan akan terus laki-laki. Haha. Ini sungguh paragraf pembuka yang aneh sekali. Maafkan abangmu ini.

Sudah menjadi mahasiswa, ya? Rasanya baru kemarin, (aku ingin meneruskan kalimat “rasanya baru kemarin” dengan “kau masih mengenakan seragam SD, masih suka jajan es dan aneka permen, masih suka berantem sama aku, entah karena rebutan apa dan bagaimana”). Tapi sungguh kalimat “rasanya baru kemarin” itu klise sekali, jadi kubatalkan saja.

Selamat menjadi perempuan seutuhnya, selamat mempunyai abang yang ganteng, selamat mempunyai ibu yang maha penyayang, selamat mempunyai mbak yang perhatian. Selamat ulang tahun. Selamat merasakan jauh dari rumah. Jauh memang seringkali dijadikan acuan untuk mengukur kehebatan, kesuksesan, keberanian dan lainnya. Tapi percayalah, lebih enak dekat.

Selamat ulang tahun. Tak perlu menunjukkan kepada siapapun kalau kau cantik, karena cantikmu bukan di situ. Tak perlu terlalu tahu berbagai macam bedak dan tetek bengeknya untuk wajah, karena pengetahuanmu bukan di situ. Tak perlu keluar uang banyak untuk model pakaian yang sedang nge-trand, karena kualitas dirimu bukan di situ. Tak perlu malu merasa bangga terhadap dirimu sendiri, apa adanya kamu. Tak perlu malu mengakui kau lemah. Tak perlu sungkan meminta bantuan saudaramu. Tak perlu merasa bersalah jika seharian atau bahkan berhar-hari kau hanya tidur dan menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan di kamar, karena itu sungguh nikmat. Tak perlu takut menuntut kepada siapapun jika memang itu hakmu. Tak perlu malu mengakui kau dari kampung dan desa, kampung dan desa adalah kehidupan bagi kota-kota. Jangan lupa berbagi. Jangan lupa menolong. Jangan lupa menikmati makanan kesukaanmu. Jangan lupa mencium pipi dan kening ibu. Jangan lupa mengajaknya bercengkrama tentang apa saja. Ajak dia berbicara tentang hal-hal yang telah kau lakukan, itu hal istimewa bagi seorang ibu. Ibu sudah bertambah tua, dan kau tahu, tua dan sepi adalah paket, jangan sampai itu terjadi padanya. Jangan lupa saudaramu. Jangan lupa masa kecilmu. Jangan lupa kau pernah kubonceng naik sepeda. Jangan lupa kau pernah kubuat menangis. Jangan lupa aku pernah mengambil makanan yang kau simpan. Jangan lupa belajar memasak, ini sungguh penting. Sejauh ini, yang kutahu, kau baru bisa masak telor goreng dan mi instan. Kau akan jadi ibu, semahal dan seenak apa pun masakan yang kau beli untuk anak-anakmu kelak, mereka akan tetap rindu masakanmu, belajarlah memasak, nasi goreng saja tidak cukup. Jangan pamer apa pun kepada siapapun, apa lagi hal remeh seperti foto tiket pesawat, makanan restaurant yang kau makan, tempat yang sedang kau kunjungi atau perkejaan yang sedang kau lakukan, jangan tiru abangmu. Ikutlah kelompok diskusi yang sampai lupa jam makan dan jam istirahat, berdebatlah dengan laki-laki yang ada di sana sampai urat-urat kalian mau copot, lalu perhatikan tingkahnya setelah diskusi selesai, jika ia bisa tetap bersikap manis dan biasa saja setelah perdebatan itu, cium dia dengan penuh gairah setelah kalian menikah. Itu manis sekali.

Jangan sering nonton teve, kecuali acara bola dan musik kesukaanmu. Jangan lupa istirahat. Jangan lupa belajar sejarah. Kau sudah mahasiswa, jika kuminta sebutkan satu nama aktivis 98 yang diculik dan belum kembali, namun kau tidak tahu ̶ rasanya kau belum pantas menyandang gelar itu. Aku tahu ini terlalu memaksa, tapi ya bagaimana, memang tidak baik melupakan sejarah. Jangan terlalu sibuk dan khawatir memikirkan masa depan, santai saja. Planning memang perlu dan penting, tetapi terlalu khawatir tentang masa depan, sama saja kita telah menghina tuhan. Jangan terlalu sering menggunakan sosial media, tidak baik bagi psikologismu, jangan tiru abangmu. Jangan lupa bangun siang, itu sungguh nikmat. Jangan lupa bermimpi. Jangan lupa cita-citamu. Jangan lupa pulang. Jangan lupa kunjungi saudara-saudaramu. Jangan lupa sampai kapanpun kau tetap anak perempuan kecil bagi ibumu, meskipun kau sendiri kelak sudah punya anak.

Wajahmu itu, tidak untuk kau rawat dan permak dengan brutal dan membabi buta. Tunjukkan sedikit rasa syukurmu pada tuhan. Jika kau ingin cantik dengan cara memutihkan wajah dan lainnya, tolong diingat-ingat lagi, rasanya ibu tidak pernah mengajarkan yang demikian. Aku cerewet sekali sebagai abang, ya? Haha maaf kan.

Kalau dari awal kau baca tulisan ini ada yang tidak setuju atau bahkan tidak setuju semua, nggak papa, anggap saja ini ocehan bangun tidur dariku. Tapi pesan terakhir ini sungguh penting, jangan lupa membaca. Apa pun. Belilah buku-buku, apa pun. Bacalah mereka. Anggunlah di kedalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkumpulah, berkumpulah

Hari itu, hari setelah penantian panjang bertahun-tahun untuk memiliki anak, turun perintah langit untuk Ib. Ia disuruh membawa istri dan a...