Pertama, “Fakhri, nak, bangun.”
Kedua, “Fakhrii, bangun, nak.”
Ketiga, “Fakhriii, bangun. Banguuun!!!”
Ibu bilang aku
terbangun pada ketujuh kalinya ibu membangunkan aku. Aku sedang bermimpi berada
di surga, tempat terindah yang pernah ada bagi orang yang pantas. Di sana,
istriku ada tujuh puluh tujuh orang, semuanya wanita, semuanya berambut
panjang, semuanya cantik tak tertahankan. Aku kewalahan.
Belek di mata
belum tuntas kubersihkan, suara Symphony 40 Mozart terdengar dari kamar
sebelah, kamar adik perempuanku. Oh Mozart, kau ciptakan alunan maha indah
seperti itu saat kau sedang bercinta dengan siapa? Dengan gaya apa kau
melakukannya? Oh Mozart, beri tahu aku.
“Fakhriii...!!”
Ibu kembali memanggil, dengan suara yang lebih keras. “Bangun, mandi!!”
Oh Mozart, aku
baru bangun, ibu sudah menyuruhku mandi, aku sedang mendengarkanmu, tolong beri
tahu ibu bahwa aku sedang mendengarkanmu. Perkara sepele seperti mandi tak
pantas mengganggu kenikamatan alunan maha indah darimu. Oh Mozart, aku benci
mandi.
Mozart, dari
kamar sebelah, kamar adikku, tak terdengar lagi symphonymu, kau dimatikan oleh
dia. Jangan mati dulu, Mozart, jawab pertanyaanku, kau bercinta dengan siapa? Dengan
gaya apa kau melakukannya?
“Fakhriii!!!”
Ah ibu, tak usah berteriak aku tetap mendengar suaramu. “Kau tidak segera
bangun, makannya ibu teriak.” Oh Mozart, padahal aku Cuma berkata dalam hati,
tapi ibu bisa mendengarnya, ibuku hebat sekali, Mozart. Kau mau punya ibu
seperti ibuku? Tapi kau harus siap disuruh mandi setiap bangun tidur. Kau mampu?
Seniman sepertimu kurasa tak sanggup melakukannya.
“Handphone
terus yang kau pegang, sedang apa kau? Instagram-an?” Aku tidak menjawabnya,
karena aku sedang tidak instagram-an. “Hidupmu habis hanya untuk menonton hidup
orang lain, tahu!”
“Oh Ibu, aku
sedang tidak instagram-an, aku sedang youtube-an.”
“Apa yang kau
tonton dari youtube? Daily video orang-orang kurang jelas? Hidupmu benar-benar
habis buat nonton hidup orang lain. Sia-sia saja.”
Oh Mozart, kau
dengar itu? Ibu tahu tentang daily video di youtube? Apakah ibu juga menonton
youtube? Atau ibu hanya sekadar tahu? Ah tapi ibu ada benarnya, buat apa juga
aku nontonin hidup orang lain yang kata ibu kurang jelas itu? Nanti hidupku
habis hanya buat nonton mereka, masih banyak hal menyenangkan lain yang bisa
dilakukan, bukan?
Tapi Mozart, kau
bercinta dengan siapa? Dengan gaya apa kau melakukannya?
“Sudah, buruan
mandi, lupa lagi kalau hari ini kita mau kondangan? Setengah jam lagi
berangkat.” Kata ibu.
Apa-apaan ini
Mozart? Sepagi ini ibu mengganggu aku mendengarkan alunanmu, menyuruh mandi,
dan sekarang menyuruh aku ikut kondangan? Tempat ramai yang kosong tidak ada
apa-apa kecuali buat pamer dan bergosip. Tempat pakaian-pakaian ribet
dikenakan, tempat bedak-bedak tebal dipamerkan, tempat gengsi dijunjung tinggi
setinggi-tingginya. Oh Mozart, kau masih mau punya ibu seperti ibuku? Kau mampu?
Seniman sepertimu kurasa tak sanggup melakukannya.
Kau pernah
kondangan, Mozart? Berapa kali dalam hidupmu? Ah aku terlalu banyak bertanya
padamu, ya? Maafkan aku, Mozart, maafkan.
Mozart, aku
sudah selesai mandi, sudah kukenakan pakaian yang menurutku bagus, tapi tetap
saja kurang di mata ibu, aku kurang bisa memilih pakaian katanya. Jadi aku
ganti dengan pakaian yang menurut ibu pantas dan bagus. Hari ini aku mengantar
Ibu, kakak dan adik perempuanku ke kondangan. Aku ingin membuat ibu senang,
jangan marahi aku, ya Mozart. Aku sayang keluargaku.
Tapi Mozart, kau
bercinta dengan siapa? Dengan gaya apa kau melakukannya? Dan bolehkah aku
memanggilmu Amadeus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar